JAKARTA-“Masa kita negara kepulauan, garamnya impor. Malu saya,” ujar Fadel di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis 23 September 2010. Sungguh pak menteri satu ini bakal berkata malu setiap tahun, karena sampai saat ini pemerintah masih akan terus melakukan impor garam untuk mencukupi kebutuhan konsumsi garam secara nasional. Kita mungkin patut sedih, bagaimana mungkin negeri dengan panjang pantai masuk lima terpanjang di dunia harus melakukan import garam, ini sekali lagi menunjukkan bahwa, “sudah sejak lama, pemerintah tidak memiliki keberpihakan terhadap industri skala kecil yang tumbuh menjamur di sepanjang pesisir kepulauan Indonesia ”. Seperti diketahui, meski memiliki garis pantai terpanjang ke-empat di dunia dengan panjang mencapai lebih dari 95.181 kilometer (KM), negeri ini masih harus melakukan impor garam setiap tahunnya sekitar 40% dari kebutuhan garam secara nasional. Pertanyaan yang lebih menggelitik mungkin, “apa saja yang telah dilakukan pemegang kebijakan, sehingga sampai saat ini masih terus melakukan impor garam.? Pertanyaan ini sungguh wajar bila menelisik struktur geografis negaran Indonesia, negara dengan panjang pantai ke-empat didunia seharusnya memiliki basis industri garam yang kuat, bukankah negeri ini sudah sejak berabad-abad memiliki tradisi panjang sebagai negeri para pelaut, yang disetiap pinggir pinggir pantai ada kegiatan pengolahan garam yang dilakukan secara tradisonal. Bila kita menengok di sepanjang pesisir pulau jawa dan NTT, kita akan dengan mudah menjumpai para petani tambak garam, yang setiap hari melakukan pengolahan garam secara tradisional, biasanya ketrampilan sebagai
petani garam ini diperoleh secara turun-temurun, pengolahan air laut menjadi garam pun tidak memerlukan teknologi yang tinggi,
biasa mereka menggunakan tenaga kincir angin untuk memindahkan
air laut agar masuk petak-petak tambak, untuk kemudian dikeringkan dan diolah menjadi garam.
Aktivitas petani garam ini akan semakin ramai bila musim kemarau datang, pada musim kemarau
inilah aktivitas pengolahan garam mencapai pada puncaknya karena satu-satunya cara untuk mengeringkan air laut menjadi garam mereka mengandalkan panas
sinar matahari. Faktor cuaca masih menjadi kendala utama untuk
pengembangan industri garam secara tradisonal.
Pemerintah mungkin alpa, dengan para petani garam yang membentang di sepanjang pesisir NTT, Madura dan Jawa. Keberadaan
petani garam mungkin saja dilihat sebelah mata, bisa jadi karena karena industri ini sangat tergantung dengan alam, faktor cuaca, juga mungkin dianggap tidak terlalu penting bagi bangsa ini. Tapi data menunjukkan bahwa untuk kebutuhan garam secara nasional republik ini harus melakukan impor setiap tahun 40% dari total kebutuhan garam secara nasional, kenyataan ini sungguh ironi bila dilihat negera ini sebagai negeri bahari, dengan panjang panjang nomor empat dunia.[Jp022] Related Articles :
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukan Komentar anda. Terima Kasih.
Redaksi Info Indonesia