JAKARTA-Peristiwa temanggung dan sebelumnya penyerangan jamaah ahmadiyah memberikan bukti bahwa pemerintah sekarang ini gagal total dalam melaksanakan Pancasila dan UUD 1945. Kurang tegasnya sikap pemerintah
melalui aparatur dibawah nya dalam melindungi warga negara-nya dari kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang dari golongan atau agama tertentu menjadi fenomena paling menyedihkan di awal tahun ini.
Peristiwa Temanggung, berawal dari persidangan kasus penistaan agama dengan terdakwa Antonius Richmond Bawengan di Pengadilan Negeri Temanggung, Jalan Jenderal Sudirman, Selasa (8/2/2011). Sidang mengagendakan pembacaan tuntutan oleh jaksa. Antonius dijerat Pasal 156 KUHP tentang penistaan agama.
Jaksa Siti Mahanim menuntut Antonius hukuman lima tahun penjara. Saat Hakim Dwi Dayanto hendak mengetok palu, pengunjung sidang mengamuk. Massa yang ada di dalam ruangan sidang langsung menyerbu terdakwa. Dengan cepat, polisi mengamankan terdakwa dan majelis hakim. Polisi membawa Antonius dengan kendaraan baracuda. Mereka mendesak Antonius, warga Kebon Kopi, Duren Sawit, Jakarta Timur itu dijatuhi hukuman seberat-beratnya.
Emosi para pengunjuk rasa di luar pengadilan tersulut. Mereka melempari pengadilan dengan batu. Ratusan personel Brigade Mobil berhasil memaksa massa mundur hingga tercerai-berai. Ternyata, massa yang masih tersulut emosi, melampiaskan ketidakpuasan dengan merusak dua gereja, yakni Bethel Indonesia dan Pantekosta. Sebuah sekolah yang ada di kompleks gereja Bethel juga dibakar.
Kantor polisi yang ada di dekat gereja juga turut menjadi sasaran amuk massa. Sekitar pukul 12.00 WIB, polisi berhasil menguasai situasi. Bekas lokasi kerusuhan di PN Temanggung hanya ada sisa-sisa batu. Konsentrasi massa sudah tidak terjadi lagi.
Sebelum itu, penyerangan ahmadiyah yang menelan korban nyawa dan luka-luka juga terjadi dicikeusik, peristiwa kelam itu menjadi catatan hitam bagi pemerintahan SBY. Meski mengancam akan membubarkan ormas-ormas anarkis namun pernyataan SBY itu tidak mampu meredam gejolak di masyarakat.
Aparat pemerintah seperti macan ompong dalam menghadapi tindakan kekerasan mengatasnamakan agama. Kejadian tersebut semakin mempertegas buruknya kinerja pemerintahan SBY termasuk aparat-aparat dibawahnya.
Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif mengatakan pembiaran kekerasan yang terjadi oleh aparat keamanan merupakan ciri negara kriminal.
“Ini ciri negara kriminal, negara kriminal itu membiarkan terjadinya kekerasan. Ini harus dihentikan,” katanya
Ia mengatakan hal itu menanggapi kasus penyerangan jemaah Ahmadiyah dan juga kerusuhan di Temanggung yang tampak dibiarkan oleh aparat keamanan. Menurut Yudi, aparat keamanan sebagai perwujudan dari negara memiliki tugas utama melindungi warga negara dan memberikan rasa aman dan tentram. Dirinya juga menambahkan, dalam kasus Cikeusik dan Temanggung, ia mengkritik penanganan oleh aparat yang seolah-olah justru membiarkan terjadinya kekerasan. Aparat keamanan yang berjaga-jaga menurut dia, jauh dari memadai.
“Apa yang terjadi dengan negara ini, apa kita akan menuju negara kriminal? Kita tidak bisa lagi mempertahankan negara jenis ini “ katanya.
Dengan kejadian yang juga diberitakan oleh media-media asing ini tak bisa disangkal bahwa kegagalan pemerintah dalam mengantisipasi peristiwa ini membuat citra buruk Indonesia menurun. Kapolri sangat bertanggung jawab dalam peristiwa ini, bagaimana tidak, aparat yang diturunkan sangat jauh dari memadai dalam berbagai peristiwa kekerasan. Kegagalan Kapolri sepenuhnya tanggung jawab presiden SBY.
Sementara itu, Mantan Koordinator Kontras Usman Hamid menduga kegamangan Polri menyikapi kekerasan terhadap Ahmadiyah tidak sepenuhnya kesalahan institusi penegak hukum tersebut. Ketidaktegasan pemerintah mengenai Ahmadiyah-lah yang menyebabkan penindakan terhadap kasus kekerasan terhadap kaum minoritas tersebut disikapi Polri dengan gamang dan lamban.
“Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, bahkan Menteri Hukum dan HAM tidak mencerminkan ketegasan. Nah di situ menimbulkan kesan kegamangan dan kelambanan di tubuh kepolisian. Ketika Menteri Agama memberikan pernyataan bahwa Ahmadiyah harus dibubarkan, Polri harus ambil tindakan terhadap Ahmadiyah. Ketika terhadi kekerasan seperti kemarin, pernyataan serupa kurang muncul melindungi mereka yang menjadi sasaran kekerasan. Ini menimbulkan kegamangan juga di kepolisian,” ungkap Usman seusai menemui Kapolri Jenderal Timur Pradopo bersama sejumlah LSM lainnya di Mabes Polri,
Ketua Umum Pemuda Katolik Indonesia, Natalis Situmorang menyatakan bahwa intelejen seperti tidak bekerja saat pembakaran gereja terjadi di Temangung, usai menemui Komnas HAM bersama aktifis lintas agama, di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta (Jumat, 11/2).
“Kita seperti tidak bernegara. Ketika ada warga negara yang melakukan kekerasan aparat malah mendiamkannya,” kata Natalis Situmorang
Ditempat lain, Sosiolog dan pakar konflik Universitas Indonesia Thamrin Amal Tamagola meminta pemerintah dapat menemukan otak pelaku Cikeusik dan Temanggung yang dinilainya beraroma operasi intelijen.
“Aroma intelijen Temanggung dan Cikeusik itu sangat kuat. Saya curiga ini ada manipulasi intelijen seperti zaman Orde Baru kemudian Ambon” katanya saat diksusi mencari akar konflik di Megawati Institute,di Jakarta.[Jp009]
Related Articles :
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukan Komentar anda. Terima Kasih.
Redaksi Info Indonesia