BANTEN-Kekerasan terhadap komunitas beragama, mulai marak di awal tahun ini, rentetan peristiwa kekerasan terus terjadi. Penyerangan terhadap warga Ahmadiyah marak terjadi, terutama di wilayah Jawa Barat seperti Bogor, Garut, Tasikmalaya dan Kuningan. Kemudian yang terakhir terjadi penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, Jawa Barat terjadi pada 6 Februari 2011, sehingga menewaskan tiga orang yakni Roni Ahmad, Adi Mulyadi dan Tarno dari jemaat Ahmadiyah.
Indonesia semestinya negara yang plural, sikap toleransi serta pemahaman terhadap keberagaman menjadi pegangan seluruh komponen masyarakat, kerena hal tersebut diatur dalam konstitusi. Dalam konstitusi kita jelas-jelas menjamin kebebasan beragama bagi seluruh penduduk Indonesia (pasal 29 UUD), demikian jaminan terhadap kebebasan terhadap umat beragama merupakan menifestasi terhadap prinsip-prinsip Hak Azasi Manusia.
Peristiwa kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah telah mengoyak kerukunan umat beragama, artinya peristiwa tersebut harus menjadi perhatian berbagai pihak. Karena peristiwa ini telah mengancam keutuhan bangsa.
Kejadian kekerasan terhadap umat beragama menjadi tanggung jawab pemerintah SBY, serta institusi dibawahnya. Demikian pula penegak hukum harus segera mengambil tindakan tegas terhadap para pelaku serta organisasi yang melakukan praktik kekerasan di Indonesia.
Insiden kekerasan terhadap jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Banten, bukan sekali saja terjadi tetapi kejadian ini terus berulang-ulang sejak 2007 hingga 2010 telah terjadi 286 insiden penyerangan dan kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah. Semestinya pihak-pihak terkait sudah melakukan langkah-langkah preventif terhadap agar kejadian ini tidak terulang. Disisi lain pemerintah tidak memiliki ketegasan dalam menyikapi praktik kekerasan yang ditunjukkan sekelompok massa yang mengatasnamakan agama.
Wakil Ketua LSM demokrasi dan perdamaian Setara, Bonar Tigor Naipospos, mengatakan dalam banyak kasus negara lalai dalam menjalankan tugas.
“Negara lalai, melakukan pembiaraan, dan tidak mengambil langkah yang cukup dalam mencegah tindak kekerasan terhadap anggota jamaah Ahmadiyah,” kata Bonar.
Polemik pertentangan Ahmadiyah ini bak api dalam sekam sewaktu-waktu akan tersulut pertikaian ini, salah satu ormas yang getol terhadap pembubaran Ahmadiyah adalah Front Pembela Islam (FPI). Tekanan FPI terhadap pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah, telah melahirkan SKB yang ditandangani oleh menteri agama, menteri dalam negeri, dan jaksa agung. SKB ini ditujukan untuk meminimalkan konflik antara masyarakat yang meminta ahmadiyah dibubarkan dengan jamaah Ahmadiyah.
Dalam SKB itu menyebutkan diantaranya memberi peringatan dan memerintahkan kepada penganut, anggota dan/atau anggota pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), sepanjang mengaku beragama Islam, untuk menghentikan penyebaran penafsiran dan kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Agama Islam yaitu penyebaran paham yang mengakui adanya nabi dengan segala ajarannya setelah Nabi Muhammad SAW, dan menyatakan pula Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang tidak mengindahkan peringatan dan perintah sebagaimana dimaksud pada diktum Kesatu dan Diktum Kedua dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk organisasi dan badan hukumnya.
Namun keberadaan SKB tersebut bukannya meminimalisir konflik malah justru dijadikan legitimasi untuk melakukan kekerasan. Sehingga banyak kalangan mengusulkan untuk melakukan evaluasi terhadap SKB, sebagaimana dinyatakan menteri agama Suryadharma Ali.
Menteri Agama, Suryadharma Ali, mengatakan saat ini pihaknya masih mengkaji evaluasi SKB Ahmadiyah karena persoalannya yang cukup kompleks.
“Pemerintah akan melakukan dialog nasional untuk mengevaluasi surat keputusan bersama tentang Ahmadiyah ini. Itu kan tidak hanya sekedar masalah Ahmadiyah saja, tapi juga aspek lain harus diperhitungkan” kata Suryadharma Ali.
“Banyak pihak kita undang untuk menimba informasi sebanyak-banyaknya soal Ahmadiyah. Informasi yang kita kumpulkan itu nanti yang bisa dijadikan bahan langkah-langkah penyelesaian permanen soal Ahmadiyah,” tukas Suryadharma.
Disisi lain dalam setiap kesempatan FPI selalu menuntut pemerintah membubarkan Ahmadiyah di Indonesia apa pun resikonya. Habib Rizieq Shihab, menyatakan Islam tidak pernah menolak pluralisme sepanjang tidak mencampur adukkan ajaran Islam dengan ajaran lain.
“Islam sangat toleran, sangat jelas mengajarkan bagaimana menghargai orang lain. Islam tidak menolak pluralitas, kemajemukan, keberagaman. Yang penting jangan mencela ajarannya, Qurannya dan keyakinanya,” katanya
Namun begitu, Habib Rizieq mengemukakan bahwa pluralisme bukan lahir dari agama Islam sehingga haram hukumnya bagi ummat Islam untuk mengikutinya. “Islam selalu menghargai agama lain, bahkan Yahudi. Tetapi, Ahmadiyah baru ada dan hanya menjiplak agama Islam,” ucapnya.
Sementara itu Ketua Majelis Ulama Indonesia bidang Kerukunan Beragama, Slamet Effendy Yusuf, menyebutkan bahwa kekerasan terhadap Jamaah Ahmadiyah sudah sampai pada titik Zero Tolerance. Meski mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah sesat dan menyesatkan, Slamet menjelaskan bahwa kekerasan bahkan menyebabkan kematian kepada orang-orang dengan keyakinan berbeda tidak dapat ditoleransi.
“Tanggapan kami bentrok melahirkan kekerasan sampai menyebabkan terbunuhnya anggota masyarakat tidak bisa ditoleransi. Apa pun persoalannya, ada zero tolerance terhadap kegiatan-kegiatan yang menyebabkan kematian,” ujar Slamet
Ditempat terpisah anggota komisi 8 Abdul kadir Karding menyatakan “Kasus penyerangan terhadap Ahmadiyah ini harus diungkap sampai akar-akarnya jangan sampai nanti ada anggapan kalau malakukan kekerasan tidak di tindak dengan tegas dan menjadi bola salju yang bergulir, serta angan sampai ada anggapan masyarakat melakukan kekerasan hanya dipenjara satu atau dua hari saja, atau karena ini masalah agama jadi tidak akan ada tindakan apa-apa.” kata Karding
“Menteri agama juga harus lebih konsen melakukan pembinaan umat, jangan hanya fokus masalah penyelenggaraan haji saja atau urusan pendidikan Islam, tetapi hal yang paling utama adalah pembinaan umat yang meliputi kerukunan umat beragama, pembinaan umat beragama ini yang isinya memberikan penafsiran agama yang lebih moderat”.
“Saat ini banyak dakwah-dakwah yang dilakukan banyak kalangan adalah membenci, menghasut, menegasikan penganut agama yang lain, ini saya kira tidak sesuai alam kultur negara kita yang pancasilais” tandasnya
Menanggapi tentang maraknya aksi kekerasan yang terjadi dan disisi lain pemerintah dan penegak hukum tidak mampu untuk mencegahnya, Dr.H Soekarwo, SH, MH ketua umum PA GMNI juga dewan pertimbangan partai demokrat menyatakan,
“Kita mesih menyaksikan bagaimana upaya penegakan hukum bagaikan menegakkan benang basah, semakin keatas semakin sulit untuk tegak. Bahkan dalam beberapa kasus, upaya penegakan hukum dikalahkan oleh tekanan kekuatan tertentu yang bisa mengerahkan massa dalam jumlah banyak. [Jp008]
Related Articles :
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukan Komentar anda. Terima Kasih.
Redaksi Info Indonesia